Perkenalanku
dengan Della terjadi pada sekitar tahun 1998. Della saat itu berusia 29
tahun, telah bersuami dengan 2 orang anak, tinggi 160 cm, 47 kg, bodi
sangat sintal dan dada berukuran 34B.
Sebagai
seorang wanita keraton berdarah biru, Della adalah wanita yang lugu
dalam hubungan sex namun dia adalah seorang wanita tipe penggoda dan
berani dalam berpakaian. Tidak jarang dia ke kantor dengan menggunakan
rok sangat mini hingga memperlihatkan bentuk kakinya yang indah dan
jarang mengenakan BH. Hal ini aku ketahui dari ceritanya sendiri. Pada
awalnya kami bersahabat akrab tanpa orientasi berhubungan sex. Dia punya
seorang pacar selain suaminya. Sering kami membicarakan teknik-teknik
bagaimana dia melakukan hubungan sex dengan sang pacar yang aku nilai
masih konvensional.
Beberapa
kali kami pergi ke cafe-cafe sepulang kantor (kantor kami berlainan)
sekedar melepas penat dan menunggu macet. Setiap kali mengunjungi cafe,
mata para lelaki pada umumnya menoleh dan tidak sedikit yang berusaha
untuk berkenalan. Beberapa di antaranya akhirnya memang dapat
berkenalan. Aku tidak pernah melarang atau marah akan hal itu, malah aku
bangga bahwa ternyata aku tidak salah memilih teman wanita untuk diajak
jalan bersama.
Kami
mulai sering pergi ke diskotek sampai pulang pagi, kadang aku jemput
dia ke rumahnya, dengan ijin sang suami tentunya. Pernah kami pergi
bertiga pergi ke diskotek dengan suaminya, lalu Della dengan entengnya
mencari seorang wanita di diskotek dan menyuruh wanita itu menemani
suaminya, sedangkan Della berdua dengan aku di pojok lain diskotek itu.
Pada pertengahan Agustus 99, hari Jumat siang aku telepon dia..
“Del.., ntar malam kita jalan yuk..” ajakku.
“Siapa takut, jemput di rumah ya.. Jam 10..” katanya.
“H.. (suaminya) gimana.. Apa kita ajak saja..?” tanyaku.
“Gak usah.. Biar kita bebas di sana..” katanya.
“Eh.. Boleh order nggak?”
“Apa?”
“Lu pakai celana panjang ketat loreng itu ya, terus atasnya kemeja satin longgar dan hmm.. Jangan pakai BH ya..”
“pakai celana dalam nggak nih.. He he he..” ujarnya
“Terserah.. Kalau berani..”
“Wah banyak orderannya ya.. OK dah.. See you at 10 tonight.. Bye..” langsung telepon ditutupnya.
Malamnya
Della telah siap. Dia tampak cantik dan sexy sekali dengan kemeja satin
tipis tanpa lengan warna merah dengan bagian bawah diikat di perutnya
hingga terlihat putingnya tercetak jelas di dadanya menonjol kencang,
siapa pun yang melihat, pasti tahu bahwa dia tidak pakai BH apalagi
dengan 2 kancing atasnya dibiarkan terbuka.
Surprise,
ternyata dia pakai rok sangat mini potongan pinggul, hanya 10 cm dari
selangkangannya dengan bahan sutra berkibar-kibar karena bawahan yang
lebar hingga samar-samar terlihat bulatan pantatnya yang polos tanpa
garis CD.
“Lu pakai CD nggak?” tanya Della padaku di perjalanan.
“Ya pakai dong, kalo nggak kan nanti keliatan menggantung” ujarku.
“Gak
akan nggantung kalo ngaceng keras kan? Itu pun kalo bisa ngaceng lho,
ha ha ha..” kata Della sambil mengusap penisku dari luar celana. Serr,
terasa ada yang bergejolak di bagian bawah perutku. Untuk pertama
kalinya dia meraba penisku selama persahabatan kami hampir 1 tahun.
“Emangnya lu sanggup bikin gua ngaceng terus di sana..?” aku balik bertanya.
“Heh.. Liat aja nanti, kalau aku nggak bisa, ntar aku minta bantuan cewe lain..” katanya enteng.
“OK, kalau perlu gua buka nanti” ujarku perlahan.
Selama
ini memang aku belum pernah menunjukkan keinginan atau mengajak dia
untuk berhubungan sex walaupun sering aku terangsang bila mendengar
cerita-cerita dia atau pada saat saat kami pergi bersama dengan
pakaiannya yang sexy dan agak terbuka.
Setiba
di tujuan sekitar pukul 22.30, tempat parkir yang biasa aku tempati di
depan pintu utama belum penuh. Petugas valet langgananku seperti biasa
sudah menunggu, tapi Della minta agar kami parkir sendiri saja sehingga
aku terpaksa kembali memutar dan mengambil tempat di samping gedung,
lajur parkir ketiga dari pintu masuk samping.
“Lho kok nggak berani?” celetuk Della.
“Apanya nggak berani?” tanyaku heran.
“Berani nggak lepas CD-nya, makanya gua minta lu parkir sendiri” tantangnya.
Akhirnya
aku lepas celana panjangku agar bisa melepas CD. Saat CD-ku terlepas,
tangan kanan Della dengan cepat menggenggam penisku sebentar. Kembali
serr.. terasa ada aliran darah menuju penisku yang membuatnya sedikit
membesar. Tapi genggamannya yang tidak lebih dari 1 detik, membuat
penisku surut kembali tanpa aku bisa bereaksi apapun.
“Kok nggak sesuai dengan iklannya, katanya besar?” dia tersenyum.
“Pegangnya jangan cuma sedetik dong, agak lama dikit..”, aku protes.
“Ya udah, nanti di dalam kita bikin sensasi ya..”, aku belum bisa membayangkan, apa yang akan diperbuat Della di dalam nanti.
Kami
masuk lewat pintu samping menuju tangga dimana banyak para tamu yang
sedang duduk di luar tempat karaoke di bawah diskotek yang kami tuju.
Mulai dari pintu masuk terasa sekali bahwa semuanya baik lelaki maupun
wanita yang kebanyakan pramuria matanya mendelik melihat Della, apalagi
saat berada di tangga. Aku yakin bahwa bulatan pantat Della terlihat
jelas sekali dari bawah. Keadaan tersebut tidak kami pedulikan bahkan
dengan bangganya aku berjalan dan Della menggandeng lenganku sampai
terasa buah dadanya tertekan di lengan kananku.
Sesampai
di dalam, kami mengambil tempat yang biasa kami tempati yaitu meja
bundar tinggi di bagian depan kanan dekat dance floor. Ternyata beberapa
teman kami telah berada di sana, 7 lelaki dan 5 wanita sehingga total
ada 14 orang dengan mengambil 4 meja yang dibuat agak melingkar sehingga
ada ruang di tengah tengah keempat meja tersebut
Pada saat menghampiri mereka, para lelaki yang memang telah kenal dengan Della, berteriak sambil memandang tanpa berkedip..
“Wah
wah wah.. Gilee.. Ada angin apa nih si Della sampai mini begini
pakaiannya, nanti striptease aja, berani nggak?” ujar Dino sambil
bergurau.
“Gilaa
lu ya, striptease jangan di tempat umum gini dong, kalau setengah
striptease boleh boleh aja nanti, kalau udah tipsy ya, tapi gua nggak
tanggung kalo lu pada horny ya..” katanya sambil memperlihatkan mimik
yang menggemaskan.
“Del, mau bikin sensasi apa lagi nih..” Vivi dan Ratih terbengong bengong.
“Bukan
mau bikin sensasi, abis ada pesanan khusus untuk malam ini, gua nggak
boleh pakai BH, jadi sekalian aja dah gua nggak pakai CD..”
“Haahh..”
tangan Vivi secara spontan meraba pantat Della, demikian pula tanganku
yang berdiri di sampingnya. Ternyata dia pakai G-String tipis sehingga
memang bulatan pantatnya sangat terbuka.
Akhirnya
kami larut dalam irama musik disco yang menggelegar, 2 botol XO dan 2
botol Chivas kami tenggak, beberapa sloki XO murni telah masuk ke
perutku dan Della terlihat semakin berani meliuk-liukkan tubuhnya dengan
gaya yang sangat merangsang, kadang berdansa bersamaku, kadang dengan
Vivi ataupun dengan Dino dan yang lainnya.
Semakin
dia bergoyang, semakin terlihat jelas bentuk buah dadanya pun
bergoyang, bahkan kadang sampai putingnya dapat terlihat jelas dari arah
samping karena dengan kedua kancing yang terbuka, otomatis kancing
ketiga berada di bawah buah dadanya.
Pada
saat kami berdansa, terasa bagian perut ataupun pantat Della selalu
menekan dan menggesek gesek penisku hingga mengakibatkan ereksi, tapi
dengan acuhnya dia tidak berkomentar, kadang sengaja aku tarik tangannya
agar memegangnya, tapi dia menepiskan tanganku. Huh, aku semakin
penasaran jadinya. Tanpa CD, dengan bahan celana lemas yang aku pakai,
jelas terlihat bahwa penisku sudah berdiri tegak hingga dapat tertangkap
oleh sudut mataku bahwa Vivi, Ratih dan lainnya kadang kadang melirik
ke bawahku.
Jam sudah menunjukkan pukul 23:30. kulihat Della sudah typsy sekali. Aku tarik dia. Sambil duduk aku peluk pinggangnya.
“Del,
kamu diam saja ya, gua mau kamu lebih sexy lagi, biar meja-meja sebelah
makin melotot melihat kamu” bisikku sambil kujilat belakang daun
telinganya. Dia menggelinjang sambil makin mempererat pelukannya ke
tubuhku.
“Whatever you want honey” bisiknya juga sambil menggigit ringan leherku.
Aku
dorong dia sedikit ke belakang, lalu aku buka seluruh kancing kemejanya
dari atas sampai bawah sambil sekilas kuraba buah dadanya dari balik
kemejanya dan aku ikat ujungnya di perut Della agak ke atas sampai
sedikit di bawah buah dadanya, sehingga sebagian pinggir buah dada Della
semakin terlihat jelas dari pinggir, apalagi dengan kemeja yang
longgar, kadang kadang dengan goyangan yang meliuk-liuk, putingnya
sampai terlihat keluar.
Pada
saat aku mengerjakan hal itu, tangan Della meremas-remas penisku dari
luar celana hingga penisku semakin ereksi keras dan tegak, lalu dia
kembali berbisik..
“Ternyata promosinya nggak salah ya..” lirihnya di telingaku.
Dibukanya
ritsletingku dan digenggamnya penisku. Tangannya tidak muat untuk
melingkari batang penisku. Diusapnya lubang penisku, aku sampai
merinding keenakan, kepalanya ditundukkan dan dijilatnya kepala penisku
sebentar, lalu ditutupnya kembali ritsletingku. Mataku menangkap Vivi
dan Ratih melihat apa yang Della lakukan.
Della
terlihat sexy sekali dengan pakaian tersebut. Berdua dengan Vivi mereka
turun ke dance floor hingga terlihat banyak sekali lelaki yang
mengerubutinya. Dengan genitnya Della dan Vivi menggoda semua lelaki,
tapi setelah 3 lagu Della kembali.
“Vivi tadi bertanya, enak nggak ngewe sama lu” kata-kata vulgarnya mulai keluar, tapi justru manambah gairah bagi kami berdua.
“Lu jawab apa” aku balik bertanya.
“Gua bilang, belum pernah, jadi belum tau rasanya” dia terheran-heran.
“Dia bilang, Jadi ngapain aja kalian selama ini” kata Della.
“Gua
cerita bahwa kita sering diskusi tentang ngewe, banyak teknik teknik
yang lu ajarkan, tapi gua belum mempraktekannya, lantaran suami dan
pacar gua yang konvensional” kata dia di pelukanku sambil kadang-kadang
berciuman bibir.
Aku
hanya tertawa mendengarnya sambil meremas-remas pantatnya dan sesekali
kumasukkan telunjukku ke belahan pantatnya untuk mencari anusnya.
“Vivi
bilang gua musti cepet cepet menguji kamu secara praktek, jangan hanya
teori saja, kalau gua nggak mau, Vivi siap buat menguji. Dia tadi sudah
liat penis lu, dia bilang punya Dino nggak ada apa apanya, ukuran sih
OK, tapi ilmu belum tau” katanya.
“Bilang
aja ke Vivi, mendingan jangan berani coba gua, soalnya kalau sampai
ketagihan celaka, kasihan si Dino, temen gue juga tuh” dengan PD-nya aku
menantang.
Della menarik tangan Vivi sehingga kami bertiga mengobrol dan Della menyampaikan pesanku pada Vivi..
“Vi..
Dia OK, tapi kalau sampai lu yang minta nambah, lu musti mau jadi sex
partner dia tiap saat” Wah, Della ngarang nih, pikirku. Tapi aku hanya
tersenyum sambil terus bergoyang mengikuti irama lagu.
“Kita liat aja, siapa yang minta nambah” protes Vivi.
“Gue juga belum tau sih ilmu dia, selama ini kan cuma omong doang” sergah Della.
Aku
tarik Vivi, punggungnya menyandar di badanku dan pantatnya menekan
penisku, kulingkarkan tanganku di perutnya sambil kutepuk bahu Della,
mataku mengerling ke arah Dino, Della mengerti maksudku.
“Vi.. Kamu di sini aja ya, gua pengen tau Dino bisa ngaceng nggak” kata Della sambil menghampiri Dino.
Aku
dan Vivi menonton aksi Della meliukkan pinggulnya di hadapan Dino
semakin lama semakin rapat sampai akhirnya penis Dino terkena goyangan
bagian bawah perut Della.
Rupanya
Vivi terkena gairah atau karena tidak mau kalah karena cowoknya
dirangsang sedemikian rupa oleh Della, atau mungkin juga karena
tersengat listrik dari buah dadanya karena tangan kananku sudah naik
dari perut dan meremas dada kirinya walau masih terhalang BH tipis.
Kalah kenyal dibanding milik Della, tapi lebih besar, kuperkirakan 36C.
Tangan Vivi merayap ke belakang lalu meremas-remas penisku dari luar
celanaku.
“Haah.. Gila lu ya, nggak pakai CD..”?, tanyanya kebingungan.
“Della yang minta..” jawabku.
“Lu berdua emang pada gila ya..” bisiknya sambil menolehkan mukanya ke belakang.
Kesempatan
itu aku gunakan untuk menangkap bibirnya lalu kami berciuman.
Kumasukkan lidahku ke mulutnya mencari lidahnya sambil menghisap bibir
atasnya. Sementara terasa putingnya bertambah keras pertanda dia telah
terangsang. Sementara Della berciuman dengan Dino sambil tangan kanannya
meremas-remas penis Dino. Akhirnya Vivi berbalik dan kembali kami
berciuman dengan bergairah dan aku balas dengan meremas buah dadanya.
“Vir, kata Della lu jago ya..” bisiknya di telingaku
“Dia cerita apa?” tanyaku.
“Della
bilang, lu punya variasi dan teknik sexual yang tinggi, lidah kamu juga
maut, mulanya dia tidak berminat, tapi sekali coba dia ketagihan,
sekarang cowoknya mau ditinggalin tuh” ujarnya. Wah, aku jadi bingung
mana yang benar nih..
“Terus
terang gua belum pernah main dengan dia, mungkin dia cuma promosi”
kembali aku berbisik sambil berusaha merangsang leher dan telinga dia.
“Ternyata dia benar, gua cuma mancing kok, nanti kalau Della sudah nyoba lu, giliran kedua dengan aku ya”.
“Tanya dia dulu, boleh nggak?” ujarku sambil tertawa.
“Della sudah OK, dia bilang kalau perlu sama sama”
Della
kembali bersama kami, terlihat Dino sibuk membetulkan letak penisnya
karena berdiri jadi harus tegak ke atas arahnya. Melihat Vivi sedang
meremas penisku, Della tidak mau kalah, lalu kedua tangan mereka secara
bersama-sama memegang dan meremas penisku. Dengan posisi mereka di kanan
kiriku, tidak ada yang melihat apa yang dilakukan tangan mereka. Della
membuka resletingku dan mengeluarkan penisku, diambilnya tangan Vivi
lalu digenggamkannya ke penisku. Vivi terkejut ketika menggenggam
penisku tanpa bisa berkomentar.
“Vi.., katanya mau ngisep?” kata Della.
“Ngak dulu ah, nanti aja kapan-kapan” ujar Vivi.
“Berani
nggak lu lawan kita berdua?” tanya Della kepadaku. Aku sampai
menggeleng gelengkan kepala. Sejak kapan Della menjadi liar begini. Aku
hanya berkata..
“Someday OK, but not now”
Akhirnya
aku dan Della pulang sekitar jam 2 pagi. Sesampai di mobil, dengan buas
Della membuka celanaku, penisku diremas-remasnya, saat memasuki tol,
kepalanya mulai hilang dari pandangan belakang, lidahnya sibuk menjilat,
mengulum dan mengocok penisku dengan mulutnya. Terasa terkadang masih
kena gigi dan cara kulumannya menyisakan ruang udara di mulutnya yang
mengurangi kenikmatan bagi lelaki yang merasakannya.
Aku
ambil tangannya, aku hisap jari telunjuk dan jari tengahnya dengan cara
tanpa menyisakan udara di mulutku. Ternyata Della langsung mengerti
maksudku karena segera saja dia mengubah cara menghisap penisku.
“Ngajarinnya
teori melulu sih, nggak pakai praktek jadi masih bego, praktek dong..,
hayo sekarang.. Murid kan musti ujian praktek.. Dino juga tadi gila,
tangannya masuk ke vagina gue..” rengeknya.
Aku
mengarahkan mobil ke apartemenku di kawasan S, aku memang mempunyai
sebuah apartemen khusus untuk berkumpul bersama kawan-kawan dan sebagai
tempat untuk petualangan sex-ku ini. Sesampai di apartemenku, Della
dengan tidak sabar langsung memeluk dan mendorongku ke dinding sambil
membuka kancing baju serta celanaku. Seketika aku telanjang bulat.
Sedangkan Della yang sejak di mobil sudah melemparkan seluruh pakaiannya
hingga tinggal mengenakan G-String, langsung masuk lift dari basement
tempat parkir. Untung saja aku dapat tempat parkir persis di sebelah
lift.
Setelah
kami masing-masing minum setengah gelas red wine, didorongnya tubuhku
ke sofa, lalu dia berjongkok sambil menarik kakiku. Lidahnya menjalar di
telapak kaki, seluruh jari-jariku dikulum dan dihisapnya hingga rasa
gelinya tidak tertahankan, lalu naik ke betis, lutut dan bagian dalam
pahaku.
“Dell.. Ooh, enak Del.., ternyata lu jago ya” aku mengerang.
“Baru segitu!!, Nikmati aja jangan kasih komentar dulu, ini belum apa apa..” katanya.
Sesampai
di selangkangan, dijilatnya buah pelirku dengan sangat bernafsu sampai
aku merintih keenakan, lalu dia naik menuju perut. Dihisapnya putingku
kanan kiri, diangkatnya tanganku sambil dijilat dan dihisapnya ketiakku,
penisku hanya dipegang saja. Aku berteriak sejadi-jadinya karena memang
di situlah titik kelemahanku. Lalu kami berciuman, bersilat lidah,
berlomba saling memasukkan dan menghisap lidah kami pada mulut pasangan
masing-masing.
Kemudian
tubuhku dibalikkan sehingga aku berada dalam posisi tengkurap dan dia
naik menindih badanku dari belakang, dijilatnya mulai dari leher, lalu
ke seluruh punggung dari ujung ke ujung dengan hawa nafsu birahi yang
sudah sampai ubun-ubun, tak ada satu inchi pun yang terlewat dari
lidahnya. Sampai di pantatku, lidahnya bermain main di ujung atas
belahan pantatku sambil terkadang dihisapnya daerah itu hingga terasa
nikmat yang amat sangat di daerah itu.
Lalu
lidahnya ditarik ke bawah menyusuri belahan bulatan pantatku dan tiba
di selangkanganku. Aku berdebar penasaran menanti Della melanjutkan
permainan lidahnya menuju puncaknya yaitu penisku. Tapi dia tidak
melakukannya, malah lidahnya kembali menelusuri paha sampai kembali ke
ujung telapak kakiku.
Kali
ini permainan mulut dan lidahnya di jari-jari kakiku lebih luar biasa
dari yang tadi, masing-masing jari terutama jari manis dan jari tengah
kakiku dipelintir di dalam mulutnya sambil kepalanya diputar ke kiri dan
kanan.
Kulihat
jam, 30 menit sudah penisku berdiri tegak sempurna, sangat keras sampai
pegal dan tergencet pada sofa, Della menyiksaku sedemikian rupa hingga
ingin rasanya aku kocok sendiri penisku, tapi setiap kali aku angkat
pantat dan memegang penisku, tanganku selalu ditepis oleh Della, dia
mengatakan bahwa penisku akan digilirnya nanti.
Akhirnya
dia kembali naik menyusuri betis dan pahaku. Diangkatnya pantatku lalu
diambilnya 2 buah bantal sofa dan disisipkannya di bawah pinggulku
sehingga aku berada dalam posisi menungging, digigitnya bukit pantatku
lalu dibukanya belahan pantatku dengan kedua ibu jarinya.
Terasa
ada daging hangat menempel di bibir lubang anusku dan berbeda dengan
tadi, kali ini Della dengan perlahannya memutar-mutarkan ujung lidahnya
di sekeliling bibir anusku. Rasanya luar biasa, penisku sudah sedemikian
kerasnya sampai sampai hampir meledak rasanya.
“Aaggh.. Oohh.. Del.. Enak amat..”
Della
semakin bernafsu mendengar teriakanku dan rupanya masih belum selesai
juga. Della dengan perlahan pula melesakkan ujung lidahnya yang keras ke
dalam lubang anusku hingga mungkin ada kira kira 2 cm masuk ke dalam,
lalu lidahnya diputar-putar di dalam anusku. Aku sampai
menggeliat-geliatkan pantatku, tapi Della dengan sigapnya menahan
pantatku agar lidahnya tidak terlepas dari lubang anusku.
Setelah
kira kira 2 menit, lalu dengan tiba-tiba, dia keluarkan lidahnya dan
langsung menghisap lubang anusku sekeras kerasnya. Seketika itu pula aku
berteriak. Kejang badanku seketika, rasanya aku hampir orgasme saat
itu. Cara itu diulanginya lagi beberapa kali sampai aku berkata..
“Udah Del.. Gua nggak tahan nih..”
Tubuhku
kembali dibaliknya dan dia langsung menjilat kepala penisku, lidahnya
bermain di belahan kepala penisku, disapunya seluruh permukaan kepala
penisku lalu perlahan dimasukkannya penisku ke dalam mulutnya hingga
terlihat Della berusaha keras untuk membuka mulutnya yang mungil agar
penisku bisa masuk seluruhnya. Mula-mula sedikit, dikeluarkannya, lalu
dimasukkan lagi semakin lama semakin dalam sampai terasa di ujung
tenggorokannya, kadang dia agak tersedak, tapi belum masuk semuanya.
Dengan kocokan mulutnya yang maju mundur dan kepala yang berputar putar
semakin cepat, akhirnya..
“Del.. Gua mau keluar nih..” Kocokannya makin dipercepat. Akhirnya spermaku keluar di dalam mulutnya.
“Jangan ditelan semuanya!” kataku.
Kutarik
kepalanya lalu kucium bibirnya, kusedot spermaku yang ada di mulutnya,
lalu lidah kami bermain-main dengan spermaku cukup lama sampai bibir dan
muka kami berdua belepotan sperma.
Jam menunjukkan pukul 3:30 pagi. Nafasku memburu berbaring keenakan sambil Della kembali mengulum penisku yang mulai mengecil.
“Aah, Del.. Ngilu nih..” teriakku.
“Gila nih kontol, kok ada ya yang kaya gini..” katanya sambil terus menjilati kepala penisku.
“Sini dong memek lu, gua mau jilatin..” pintaku.
“Hari
ini gua bermaksud untuk ujian doang, nggak ada maksud buat ngewe, jadi
gua mau minta hasil ujiannya sekarang, lulus nggak gua..” ujarnya sambil
digigitnya penisku ringan.
“Curang lu, emang lu pikir gua bisa cukup puas cuma gua doang yang keluar” aku protes.
“Itu
hukuman buat yang punya kontol kaya lu, lagian gua masih ragu, bisa
nggak kontol lu masuk ke memek gua, soalnya punya laki sama cowok gua
masih di bawah ukuran standar, lagian gua takut minta nambah he he he
he.., ntar kalau gua minta nambah, lu nggak sempet sama Vivi lho..”
ujarnya.
“Kan mau sama-sama, kata Vivi..”
“Sapa takut, sama gua aja lu udah kelojotan, apa lagi ditambah sama Vivi..”
“Ratih juga mau tuh..” kataku sekenanya.
“Emangnya dia juga tadi liat kontol lu waktu gua isep sebentar..”
“Undang Dino juga nggak..?” tanyaku.
“Kontolnya kecil, makanya Vivi lagi cari yang gede..” ujarnya.
“Ntar gua cariin yang lebih gede dari gua punya deh..”
“Botol bir aja sekalian. Udahan, pulang yuk.., jadi gimana nilai gue..?” tanyanya.
“Summa
Cum Laude, buat mulut sama lidah lu kalau kaya tadi, nggak bakalan
gampang cari gantinya deh.., tapi belum tau goyangan memek lu ya, belum
bisa kasih nilai..” kataku seakan menantang.
“Kapan-kapan
ujian lagi ya, soalnya gua juga penasaran sama kontol lu, musti sering
praktek supaya bisa masuk ke mulut gua semuanya..” ujarnya.
“Emangnya kontol gua mau dibuat latihan.. Yuk, pulang..” kataku.
“Kalo dengar cerita lu, nggak nyangka lu hebat gitu kaya tadi.. Atau memang permainan lu kaya tadi?” tanyaku heran.
“Itu
kan yang lu ajarin sama gua, tadi itu pertama kalinya gue kaya gitu,
memang gua pengen naklukin lu.. Jadi usaha keras.. Cowok gua nggak mau
gua jilat anusnya, kontolnya kecil, udah masuk semua ke mulut gua, masih
belum terlalu penuh”
Lalu
kami turun dari apartemen, Della mengenakan kaus oblongku. Rasa kecewa
masih menyelimuti perasaanku karena baru kali ini aku tidak ‘bekerja’
sama sekali hingga kepuasan diriku berkurang. Sesampai di mobil baru dia
mengenakan pakaiannya. Sepanjang perjalanan ke rumahnya di kawasan BGV,
penisku tak pernah lepas dari tangannya sambil sesekali kepalanya
menunduk untuk kembali menjilati kepada penisku.
No comments:
Post a Comment