Pada suatu
liburan sekolah yang panjang, kami dari sebuah SLTA mengadakan pendakian
gunung di Jawa Timur. Rombongan terdiri dari 5 laki-laki dan 5 wanita.
Diantara rombongan itu satu guru wanita (guru biologi) dan satu guru
pria (guru olah raga). Acara liburan ini sebenarnya amat tidak didukung
oleh cuaca. Soalnya, acara kami itu diadakan pada awal musim hujan. Tapi
kami tidak sedikitpun gentar menghadapi ancaman cuaca itu. Ada yang
sedikit mengganjal hati saya, yakni Ibu Guru Anisa (saya memanggilnya
Anisa) yang terkenal galak dan judes itu dan anti cowok! denger-denger
dia itu lesbi. Ada yang bilang dia patah hati dari pacarnya dan kini sok
anti cowok.Bu Anis usianya belum 30 tahun, sarjana, cantik, tinggi,
kulit kuning langsat, full press body. Sedangkan teman - teman cewek
lainnya terdiri dari cewek-cewek bawel tapi cantik-cantik dan periang,
cowoknya, terus terang saja, semuanya bandit asmara! termasuk Pak Martin
guru olah raga kami itu.
Perjalanan
menuju puncak gunung, mulai dari kumpul di sekolah hingga tiba di kaki
gunung di pos penjagaan I kami lalui dengan riang gembira dan
mulus-mulus saja. Seperti biasanya rombongan berangkat menuju ke sasaran
melalui jalan setapak. Sampai tengah hari, kami mulai memasuki kawasan
yang berhutan lebat dengan satwa liarnya, yang sebagian besar terdiri
dari monyet-monyet liar dan galak. Menjelang sore, setelah rombongan
istirahat sebentar untuk makan dan minum, kami berangkat lagi. Kata Pak
Martin sebentar lagi sampai ke tujuan. Saking lelahnya, rombongan mulai
berkelompok dua-dua. Kebetulan aku berjalan paling belakang menemani si
bawel Anisa dan disuruh membawa bawaannya lagi, berat juga sih, sebel
pula! Sebentar-sebentar minta istirahat, bahkan sampai 10 menit, lima
belas menit, dan dia benar-benar kecapean dan betisnya yang putih itu
mulai membengkak.
Kami
berangkat lagi, tapi celaka, rombongan di depan tidak nampak lagi, nah
lo?! Kami kebingungan sekali, bahkan berteriak memanggil-manggil mereka
yang berjalan duluan. Tak ada sahutan sedikitpun, yang terdengar hanya
raungan monyet-monyet liar, suara burung, bahkan sesekali auman harimau.
Anisa sangat ketakutan dengan auman harimau itu. Akhirnya kami terus
berjalan menuruti naluri saja. Rasa-rasanya jalan yang kami lalui itu
benar, soalnya hanya ada satu jalan setapak yang biasa dilalui orang.
Sial bagi
kami, kabut dengan tiba-tiba turun, udara dingin dan lembab, hari mulai
gelap, hujan turun rintik-rintik. Anisa minta istirahat dan berteduh di
sebuah pohon sangat besar. Hingga hari gelap kami tersasar dan belum
bertemu dengan rombongan di depan. Akhirnya kami memutuskan untuk
bermalam di sebuah tepian batu cadas yang sedikit seperti goa.
Hujan
semakin lebat dan kabut tebal sekali, udara menyengat ketulang sumsum
dinginnya. Bajuku basah kuyup, demikian juga baju Anisa. Dia menggigil
kedinginan. Sekejap saja hari menjadi gelap gulita, dengan tiupan angin
kencang yang dingin. Kami tersesat di tengah hutan lebat.
Tanpa sadar
Anisa saking kedinginan dia memeluk aku. “Maaf” katanya. Aku diam saja,
bahkan dia minta aku memeluknya erat-erat agar hangat tubuhnya. Pelukan
kami semakin erat, seiring dengan kencangnya deras hujan yang dingin.
Jika aku tak salah, hampir tiga jam lamanya hujan turun, dan hampir tiga
jam kami berpelukan menahan dingin.
Setelah
hujan reda, kami membuka ransel masing-masing. Tujuan utamanya adalah
mencari pakaian tebal, sebab jaket kami sudah basah kuyup. Seluruh
pakaian bawaan Anisa basah kuyup, aku hanya punya satu jaket parasut di
ransel. Anisa minta aku meminjamkan jakaetku. Aku setuju. Tapi apa yag
terjadi? wow..Anisa dalam suasana dingin itu membuka seluruh pakaiannya
guna diganti dengan yang agak kering. Mulai dari jaket, T. Shirt nya, BH
nya, wah aku melihat seluruh tubuh Anisa. Dia cuek saja, payudaranya
nampak samar-samar dalam gelap itu. Tiba-tiba dia memelukku lagi.
“Dingin banget” katanya. “Terang dingin, habis kamu bugil begini” jawabku.
“Habis bagaimana? basah semua, tolong pakein aku jeketmu dong?” pinta Anisa.
Aku memakaikan jaket parasut itu ketubuh Anisa. Tanganku bersentuhan dengan payudaranya, dan aku berguman
” Maaf Nisa?”
“Enggak apa-apa?!”: sahutnya.
Hatiku jadi
enggak karuan, udara yang aku rasakan dingin mendadak jadi hangat,
entah apa penyebabnya. Anisa merangkulku, “Dingin” katanya, aku peluk
saja dia erat-erat. ” Hangat bu?” tanyaku ” iya, hangat sekali, yang
kenceng dong meluknya ” pintanya. Otomatis aku peluk erat-erat dan
semakin erat.
Aneh bin
ajaib, Anisa tampak sudah berkurang merasakan kedinginan malam itu,
seperti aku juga. Dia meraba bibirku, aku reflex mencium bibir Anisa.
Lalu aku menghindar. “Kenapa?” tanya Anisa
” Maaf Nisa? ” Jawabku.
” Tidak
apa-apa Rangga, kita dalam suasana seperti ini saling membutuhkan,
dengan begini kita saling bernafsu, dengan nafsu itu membangkitkan panas
dalam darah kita, dan bisa mengurangi rasa dingin yang menyengat.
Kembali
kami berpelukan, berciuman, hingga tanpa sadar aku memegang payudaranya
Anisa yang montok itu, dia diam saja, bahkan seperti meningkat nafsu
birahinya. Tangannya secara reflek merogoh celanaku kedalam hingga masuk
dan memegang penisku. Kami masih berciuman, tangan Anisa melakukan
gerakan seperti mengocok-ngocok ‘Mr. Penny’ku. Tanganku mulai merogoh
‘Ms. Veggy’nya Anisa, astaga! dia rupanya sudah melepas celana dalamnya
sedari tadi. Karena remang-remang aku sampai tak melihatnya. ‘Ms.
Veggy’nya hangat sekali bagian dalamnya, bulunya lebat.
Anisa
sepontan melepas seluruh pakaiannya, dan meminta aku melepas pula. Aku
tanpa basa basi lagi langsung bugil. Kami bergumul diatas semak-semak,
kami melakukan hubungan badan ditengah gelap gulita itu. Kami saling
ganti posisi, Anisa meminta aku dibawah, dia diatas. Astaga, goyangnya!!
Pengalaman banget dia? kan belum kawin?
” Kamu kuat ya?” bisiknya mesra.
” Lumayan sayang?!” sahutku setengah berbisik.
” Biasa main dimana?” tanyanya
“Ada apa sayang?” tanyaku kembali.
” Akh
enggak” jawabnya sambil melepas ‘Ms. Veggy’nya dari ‘Mr. Penny’ku, dan
dengan cekatan dia mengisap dan menjilati ‘Mr. Penny’ku tanpa rasa jijik
sedikitpun. Anisa meminta agar aku mengisap payudaranya, lalu menekan
kepalaku dan menuntunnya ke arah ‘Ms. Veggy’nya. Aku jilati ‘Ms. Veggy’
itu tanpa rasa jijik pula. Tiba-tiba saja dia minta senggama lagi, lagi
dan lagi, hingga aku ejakulasi.
Aku sempat bertanya, “Bagaimana jika kamu hamil?”
” Don’t
worry!” katanya. Dan setelah dia memebersihkan ‘Ms. Veggy’nya dari
spermaku, dia merangkul aku lagi. Malam semakin larut, hujan sudah reda,
bintang-bintang di langit mulai bersinar. Pada jam 12 tengah malam,
bulan nampak bersinar terang benderang. Paras Anisa tampak anggun dan
cantik sekali. Kami ngobrol ngalor-ngidul, soal kondom, soal sekolah,
soal nasib guru, dsb. Setelah ngobrol sekian jam, tepat pukul 3 malam,
Anisa minta bersetubuh denganku lagi, katanya nikmat sekali ‘Mr.
Penny’ku. Aku semakin bingung, dari mana dia tahu macam-macam rasa ‘Mr.
Penny’, dia kan belum nikah? tidak punya pacar? kata orang dia lesbi.
Aku
menuruti permintaan Anisa. Dia menggagahi aku, lalu meminta aku
melakukan pemanasan sex (foreplay). Mainan Anisa bukan main hebatnya,
segala gaya dia lakukan. Kami tak peduli lagi dengan dinginnya malam,
gatalnya semak-semak. Kami bergumul dan bergumul lagi. Anisa meraih
tanganku dan menempelkan ke payudaranya. Dia minta agar aku
meremas-remas payudaranya, lalu memainkan lubang ‘Ms. Veggy’nya dengan
jariku, menjilati sekujur bagian dagu. Tak kalah pula dia
mengocok-ngocok ‘Mr. Penny’ku yang sudah sangat tegang itu, lalu
dijilatinya, dan dimasukkannya kelubang vaginanya, dan kami saling
goyang menggoyang dan hingga kami saling mencapai klimaks kenikmatan,
dan terkulai lemas.
Anisa minta
agar aku tak usah lagi menyusul kelompok yang terpisah. Esoknya kami
memutuskan untuk berkemah sendiri dan mencari lokasi yang tak akan
mungkin dijangkau mereka. Kami mendapatkan tempat ditepi jurang terjal
dan ada goa kecilnya, serta ada sungai yang bening, tapi rimbun dan
nyaman. Romantis sekali tempat kami itu. Aku dan Anisa layaknya seperti
Tarzan dan pacarnya di tengah hutan. Sebab seluruh baju yang kami bawa
basah kuyup oleh hujan. Anisa hanya memakai selembar selayer yang
dililitkan diseputar perut untuk menutupi kemaluannya. Aku telanjang
bulat, karena baju kami sedang kami jemur ditepi sungai. Anisa dengan
busana yang sangat minim itu membuat aku terangsang terus, demikian pula
dia. Dalam hari-hari yang kami lalui kami hanya makan mi instant dan
makanan kaleng.
Tepat sudah
tiga hari kami ada ditempat terpencil itu. Hari terakhir, sepanjang
hari kami hanya ngobrol dan bermesraan saja. Kami memutuskan esok pagi
kami harus pulang. Di hari terakhir itu, kesmpatan kami pakai semaksimal
mungkin. Di hari yang cerah itu, Anisa minta aku mandi bersama di
sungai yang rimbun tertutup pohon-pohon besar. Kami mandi berendam,
berpelukan, lalu bersenggama lagi. Anisa menuntun ‘Mr. Penny’ku masuk ke
‘Ms. Veggy’nya. Dan di menggoyangkan pinggulnya agar aku merasa nikmat.
Aku demikian pula, semakin menekan ‘Mr. Penny’ku masuk kedalam ‘Ms.
Veggy’nya.
Di atas
batu yang ceper nan besar, Anisa membaringkan diri dengan posisi
menantang, dia menguakkan selangkangngannya, ‘Ms. Veggy’nya terbuka
lebar, disuruhnya aku menjilati bibir ‘Ms. Veggy’nya hingga klitoris
bagian dalam yang ngjendol itu. Dia merasakan nikmat yang luar biasa,
lalu disuruhnya aku memasukkan jari tengahku ke dalam lubang ‘Ms.
Veggy’nya, dan menekannya dalam-dalam. Mata Anisa merem melek
kenikmatan. Tak lama kemudian dia minta aku yang berbaring, ‘Mr.
Penny’ku di elus-elus, diciumi, dijilati, lalu diisapnya dengan
memainkan lidahnya, Anisa minta agar aku jangan ejakulasi dulu,
“Tahan ya?” pintanya. ” Jangan dikeluarin lho?!” pintanya lagi.
Lalu dia
menghisap ‘Mr. Penny’ku dalam-dalam. Setelah dia enggak tahan, lalu dia
naik diatasku dan memasukkan ‘Mr. Penny’ku di ‘Ms. Veggy’nya, wah,
goyangnya hebat sekali, akhirnya dia yang kalah duluan. Anisa mencubiti
aku, menjambak rambutku, rupanya dia ” keluar”, dan menjerit kenikmatan,
lalu aku menyusul yang “keluar” dan oh, oh..oh..muncratlah air maniku
dilubang ‘Ms. Veggy’ Anisa.
“Jahat
kamu?!” kata Anisa seraya menatapku manja dan memukuli aku pelan dan
mesra. Aku tersenyum saja. ” Jahat kamu Rangga, aku kalah terus sama
kamu ” Ujarnya lagi. Kami sama-sama terkulai lemas diatas batu itu.
Esoknya
kami sudah berangkat dari tempat yang tak akan terlupakan itu. Kami
memadu janji, bahwa suatu saat nanti kami akan kembali ke tempat itu.
Kami pulang dengan mengambil jalan ke desa terdekat dan pergi ke kota
terdekat agar tidak bertemu dengan rombongan yang terpisah itu. Dari
kota kecil itu kami pulang ke kota kami dengan menyewa Taxi, sepanjang
jalan kami berpelukan terus di dalam Taxi. Tak sedikitpun waktu yang
kami sia-siakan. Anisa menciumi pipiku, bibirku, lalu membisikkan kata
” Aku suka
kamu ” Aku juga membalasnya dengan kalimat mesra yang tak kalah
indahnya. Dalam dua jam perjalanan itu, tangan dan jari-jari Anisa tak
henti-hentinya merogoh celana dalamku, dan memegangi ‘Mr. Penny’ku. Dia
tahu aku ejakulasi di dalam celana, bahkan Anisa tetap
mengocok-ngocoknya. Aku terus memeluk dia, Pak Supir tak ku ijinkan
menoleh kami kebelakang, dia setuju saja. Sudah tiga kali aku ” keluar”
karena tangan Anisa selalu memainkan ‘Mr. Penny’ku sepanjang perjalanan
di Taxi itu.
” Aku lemas sayang?!” bisikku mesra
” Biarin!” Bisiknya mesra sekali. ” Aku suka kok!” Bisiknya lagi.
Tidak mau
ketinggalan aku merogoh celana olah raga yang dipakai Anisa. Astaga, dia
tidak pakai celana dalam. Ketika jari-jari tanganku menyolok ‘Ms.
Veggy’nya, dia tersenyum, bulunya ku tarik-tarik, dia meringis, dan apa
yang terjadi? astaga lagi, Anisa sudah ‘keluar’ banyak, ‘Ms. Veggy’nya
basah oleh semacam lendir, rupanya nafsunya tinggi sekali, becek banget.
Tangan kami sama-sama basah oleh cairan kemaluan. Ketika sampai di
rumah Anisa, aku disuruhnya langsung pulang, enggak enak sama tetangga
katanya. Dia menyodorkan uang dua lembar lima puluh ribuan, aku
menolaknya, biar aku saja yang membayar Taxi itu. Lalu aku pulang.
Hari-hari
berikutnya di sekolah, hubunganku dengan Anisa guru biologiku, nampak
wajar-wajar saja dari luar. Tapi ada satu temanku yang curiga, demikian
para guru. Hari-hari selanjutnya selalu bertemu ditempat-tempat khusus
seperti hotel diluar kota, di pantai, bahkan pernah dalam suatu liburan
kami ke Bali selama 12 hari.
Ketika aku
sudah menyelesaikan studiku di SLTA, Anisa minta agar aku tak melupakan
kenangan yang pernah kami ukir. Aku diajaknya ke sebuah Hotel disebuah
kota, yah seperti perpisahan. Karena aku harus melanjutkan kuliah di
Australia, menyusul kakakku. Alangkah sedihnya Anisa malam itu, dia
nampak cantik, lembut dan mesra. Tak rela rasanya aku kehilangan Anisa.
Kujelaskan semuanya, walau kita beda usia yang cukup mencolok, tapi aku
mau menikah dengannya. Anisa memberikan cincin bermata berlian yang
dipakainya kepada aku. Aku memberikan kalung emas bermata zamrud kepada
Anisa. Cincin Anisa hanya mampu melingkar di kelingkingku, kalungku
langsung dipakainya, setelah dikecupinya. Anisa berencana berhenti
menjadi guru, “sakit rasanya” ujarnya kalau terus menjadi guru, karena
kehilangan aku. Anisa akan melanjutkan S2 nya di USA, karena keluarganya
ada disana. Setelah itu kami berpisah hingga sekian tahun, tanpa kontak
lagi.
Pada suatu
saat, ada surat undangan pernikahan datang ke Apartemenku, datangnya
dari Dra. Anisa Maharani, MSC. Rupanya benar dia menyelesaikan S2
nya.Aku terbang ke Jakarta, karena resepsi itu diadakan di Jakarta
disebuah hotel bintang lima. Aku datang bersama kakakku Rina dan Papa.
Di pesta itu, ketika aku datang, Anisa tak tahan menahan emosinya, dia
menghampiriku ditengah kerumunan orang banya itu dan memelukku
erat-erat, lalu menangis sejadi-jadinya.
“Aku rindu
kamu Rangga kekasihku, aku sayang kamu, sekian tahun aku kehilangan
kamu, andai saja laki-laki disampingku dipelaminan itu adalah kamu,
alangkah bahagianya aku ” Kata Anisa lirih dan pelan sambil memelukku.
Kamu jadi
perhatian para hadirin, Rina dan Papa saling tatap kebingungan. Ku usap
airmata tulus Anisa. Kujelaskan aku sudah selesai S1 dan akan
melanjutkan S2 di USA, dan aku berjanji akan membangun laboratorium yang
kuberi nama Laboratorium “Anisa”. Dia setuju dan masih menenteskan air
mata.
Setelah aku
diperkenalkan dengan suaminya, aku minta pamit untuk pulang, akupun tak
tahan dengan suasana yang mengharukan ini. Setelah lima tahun tak ada
khabar lagi dari dia, aku sudah menikah dan punya anak wanita yang
kuberi nama Anisa Maharani, persis nama Anisa. Ku kabari Anisa dan dia
datang kerumahku di Bandung, dia juga membawa putranya yang diberi nama
Rangga, cuma Rangga berbeda usia tiga tahun dengan Anisa putriku. Aku
masih merasakan getaran-getaran aneh di hatiku, tatapan Anisa masih
menantang dan panas, senyumnya masih menggoda. Kami sepakat untuk
menjodohkan anak kami kelak, jika Tuhan mengijinkannya.
Cerita yang sangat menarik admin.. pengalaman sendiri ke?.
ReplyDeleteTumpang Iklan
Wah..hebat bro.. hebat..
Apa yang hebat tuan?.
Ubat ni bro..memang beteul mantap..
Memang betul naik lepas sebulan.. Tak sabar tunggu bulan depan..
Alhamdulillah..baguslah..
Nak order lagi?.
>>>Besarkan zakar semula jadi cara India <<<