Sore
itu selepas pulang kantor, Dony nampaknya seperti linglung. Rupanya ia
sedang kesal atas sikap rekan sekerjanya tadi ketika meeting dengan
dewan direksi membahas program yang ia ajukan.
Pada
saat tanya jawab, salah seorang manager dari bagian keuangan yang
bernama Ratna mengajukan berbagai pertanyaan yang menyudutkan dan
cenderung menjegal semua ide-idenya. Dony menganggap semua itu sama
sekali tidak relevan dengan apa yang ia presentasikan. Ia heran kenapa
wanita itu selalu saja beroposisi dengannya dan selalu mempersulit
setiap urusan yang ada kaitannya dengan unit kerja wanita itu.
Dony
sendiri tak tahu kenapa sebabnya ia bersikap seperti itu padanya. Ia
mengira-ngira apakah ini karena ia tak pernah begitu memperhatikannya
padahal lelaki-lelaki lain di kantorku berlomba-lomba untuk menarik
perhatian wanita yang selalu berpenampilan trendy dan menjurus seksi
ini. Dony pun tak memungkiri bahwa Ratna merupakan wanita yang menarik,
cantik dan pintar. Awalnya Dony tertarik juga kepadanya namun setelah
melihat orangnya agak sombong dan meremehkan lelaki-lelaki yang mencoba
mendekatinya, ia jadi kurang respek hingga akhirnya lebih banyak
menghindar darinya.
Pikiran
Dony masih tak karuan, matanya menatap kosong ke arah jalanan dari
balik kaca mobilnya. Ia bingung sendiri. Mobilnya meluncur dengan
kecepatan sedang tanpa arah. Jalanan yang biasa ia lalui menuju rumah
telah kelewatan sejak tadi. Pulang ke rumah juga mau ngapain, pikir
Dony. Anak dan istri lagi pulang kampung selama liburan sekolah ini.
Katanya ingin berlibur di rumah kakek dan neneknya.
Tiba-tiba
Dony membelokkan mobinya ke arah suatu tempat yang nampaknya seperti
sebuah hotel. Nampak di pelataran parkir berjejer mobil-mobil mewah.
Dony segera memarkirkan mobilnya di sana lalu turun dan berjalan ke
sebuah bar yang terletak di samping lobby hotel itu. Ia langsung masuk.
Terdengar
suara hingar bingar musik yang memekakan telinga begitu pintu terbuka.
Dony berjalan tanpa melirik ke kiri kanan dan langsung duduk di sebuah
kursi bar.
“Gin tonic in the rock,” pintanya tanpa pikir panjang kepada bartender.
Ia
sendiri sebenarnya kaget juga mendengar ucapan dari mulutnya, padahal
sudah bertahun-tahun sejak sebelum menikah ia tak pernah lagi menyentuh
minuman beralkohol. Tetapi kenapa tiba-tiba ia memesan minuman seperti
itu?
“Malam Boss,” sapa bartender itu dengan ramah sambil menyodorkan minuman pesanannya.
“Malam,”
balas Dony seraya meraih gelas dan langsung menenggaknya sampai habis
lalu menyodorkan lagi kepada bartender untuk minta tambah.
Bartender itu tersenyum melihat tingkah Dony. Rupanya ia sudah terbiasa melihat tingkah orang-orang seperti Dony ini di barnya.
“Suntuk
kayaknya malem ini ya Boss,” katanya mencoba untuk mengajak ngobrol,
sesuai dengan tugasnya sebagai bartender yang umumnya merupakan tempat
untuk curhat bagi tamu-tamu bar.
“Yaaaahhhh..,
gua lagi empet nich. Dari pada pusing lebih baik happy-happy aja dech,”
jawab Dony kembali meneguk gelas kedua. Kali ini minuman itu masih
bersisa sedikit. Mukanya nampak mulai memerah, minuman beralkohol itu
begitu cepat mempengaruhi kesadarannya.
Dony
kembali ngobrol dengan bartender itu. Meskipun ucapan-ucapannya sudah
ngaco, tetapi bartender itu masih tetap meladeninya dengan baik dan
menambah kembali minuman di gelas Dony. Tanpa terasa telah 4 gelas
diteguknya.
Obrolan
mereka nampaknya semakin menghangat, terdengar gelak tawa mereka
berkali-kali sehingga menarik perhatian orang-orang di sekelilingnya.
Begitu melihat keadaan Dony, orang-orang itu tersenyum-senyum maklum.
Tetapi ada seorang wanita cantik yang duduk di pojok kafe itu sejak tadi
memperhatikan tingkah laku Dony. Ia lalu bangkit dari duduknya dan
datang menghampiri.
“Hai,
kayaknya asyik banget ngobrolnya. Boleh dong bergabung,” sapanya kepada
Dony sambil menepuk-nepuk pundaknya dan duduk persis disampingnya.
Dony
menengok kaget karena tepukan halus di pundaknya itu. Begitu matanya
memandang wajah wanita itu, ia bertambah kaget. Sama sekali tak
menyangka akan bertemu di tempat seperti ini..
“Oh!
Hai,” balas Dony tidak bersemangat begitu mengetahui wanita yang datang
itu adalah Ratna. Wanita yang menjadi penghalang programnya di kantor
tadi siang.
Melihat
sikap Dony yang tidak bersahabat seperti itu, si bartender malah
keheranan. Padahal mereka tadi sedang membicarakan apa yang akan
dilakukan seandainya ada cewek cantik yang mau bergabung dengan mereka.
Kini justru setelah ada cewek cantik dan seksi seperti itu malah
dicuekin. Ia geleng-geleng kepala oleh sikap Dony yang menurutnya aneh.
“Rupanya suka juga nongkrong di sini, ya?” Tanya Ratna memulai pembicaraan.
“Ya begitulah…,” jawab Dony datar sambil meminta tambah minumannya lagi.
“Jangan banyak-banyak, kamu sudah mabok lho,” katanya kemudian memperingatkan.
“Emang nape?” tanya Dony sembari mendelik.
Ratna
hanya tersenyum saja mendengar gaya omongan Dony yang lain dari pada
biasanya. Maklum lagi mabok, demikian kata Ratna dalam hati.
“Jangan frustrasi gitu dong,” ucap Ratna dengan lembut seraya mengelus pundak Dony.
Meski
terdengar lembut ucapan itu, tapi di kuping Dony bagaikan suara
geledek. Ia mulai mengungkit masalah yang sebenarnya ingin ia lupakan
saat itu. Dipandangnya wajah Ratna dengan mata sedikit melotot.
“Hei, denger! Gua nich lagi happy-happy. Siapa bilang frustrasi? Nggak ada dech dalam kamus gua,” jawab Dony sengit.
Giliran
Ratna yang kini sengit begitu mendengar jawaban angkuh seperti itu. Ia
jadi terpancing untuk memperpanjang persoalan mereka di kantor. Mereka
akhirnya berdebat sengit, kalau saja si bartender tidak menengahinya
tentunya mereka akan bertengkar hebat.
“Udah
lah Boss,” kata si bartender. “Nggak usah bertengkar, kita di sini khan
buat senang-senang. Ngapain mesti ribut-ribut gitu, benar khan Non?”
katanya kemudian kepada Ratna.
Dony
diam tak menjawab. Dia hanya menunduk untuk kemudian meneguk kembali
minumannya hingga habis. Ratna menghela nafas panjang untuk menenangkan
dirinya yang sudah terpancing emosinya. Ia lalu memberi isyarat kepada
si bartender untuk mengisi gelasnya dengan minuman yang sama. Ia pun
menenggak minuman itu sekaligus seolah ingin mendinginkan hatinya yang
panas. Sebenarnya ia tidak pernah minum minuman beralkohol seperti itu.
Begitu minuman itu melewati tenggorokannya, ia rasakan tubuhnya menjadi
panas. Ia kegerahan. Lalu ia melepaskan blazernya.
Si
bartender melirik kagum menyaksikan tubuh indah yang hanya berbalut
tank-top tipis yang menempel ketat itu. Bola matanya sedikit mendelik
melihat kain tipis yang sudah basah oleh keringat mencetak jelas bentuk
payudaranya yang membusung indah itu. Meski penerangan di bar itu amat
temaram, pandangannya masih sempat melihat tonjolan kecil mencuat nakal
dari balik tank-top itu. No bra, man! Jerit si bartender dalam hati
dengan senang.
“Apa loe liat-liat!” gertak Ratna saat memergoki mata nakal si bartender itu menggerayang ke arah dadanya.
“Sorry Non,” katanya seraya mengalihkan pandangan dan bergeser ke dekat Dony lalu berbisik-bisik.
Mereka
kemudian tertawa ngakak sambil sekali-sekali melirik ke arah Ratna.
Melihat dirinya menjadi bahan tertawaan dan meski ia tidak mendengar apa
yang mereka bisikkan, tetapi Ratna tahu persis apa yang sedang mereka
tertawakan. Dengan kesal ia layangkan tinju ke arah pundak Dony.
“Eiiittt!” Dony buru-buru menangkap kepalan tangannya yang hendak mendarat di pundaknya. “Kok gua yang jadi sasaran?”
“Loe memang kurang ajar!” jerit Ratna dengan suara ditahan karena takut akan menjadi tontonan orang lain.
“Mestinya
dia tuh..,” kata Dony menengok ke arah si bartender. “Eh kemana dia?
Akh sialan!” lanjutnya ketika melihat si bartender itu sudah berada jauh
di ujung bar sedang melayani tamu lain. Ia melirik sebentar sambil
tersenyum-senyum.
“Kamu nich kenapa? Morang-maring nggak karuan,” lanjutnya. “Kita happy aja?”
“Bodo!” jawab Ratna ketus seraya menarik tangannya dari pegangan Dony.
Dony
malah mempererat pegangannya. Ratna menarik-narik. Mereka akhirnya jadi
tarik-tarikan. Tanpa sepengetahuan Ratna, mata Dony menangkap sesuatu
yang begitu mengasyikan saat wanita itu berkutat melepaskan tangannya.
Tubuhnya jadi berguncang-guncang sehingga membuat payudaranya yang
nampak tidak memakai bra itu jadi ikut-ikutan berguncang. Berayun-ayun
kesana kemari dengan indahnya. Dony menghela nafas untuk menenangkan
goncangan di dadanya akibat pemandangan ini. Sementara matanya tak bisa
dialihkan pandangannya dari sana. Pikirannya jadi menerawang dan
berandai-andai seperti apa gerangan apabila bagian tersebut tak
terhalang oleh kain tipis lagi. Bayangannya semakin jauh melayang.
“Idih matanya sama kurang ajarnya!” kata Ratna sambil menjewer telinga Dony.
“Aduh, aduh…iya, ya…., ya,” kata Dony kesakitan dan melepaskan pegangan tangannya.
Ratna
segera menyilangkan kedua tangannya di atas dadanya. Dony mengalihkan
pandangan matanya ke wajah Ratna. Nampak wajah itu memerah. Malu kali.
Salah sendiri kenapa pake pakaian seperti itu, kata Dony dalam hati
kesenangan. Namun ketika memandang wajah itu, Dony agak kesengsem juga.
Dalam keadaan seperti itu kecantikannya semakin mempesona saja dimata
Dony.
“Cantik sekali,” ucap Dony perlahan sekali. ucapan itu keluar begitu saja tanpa disadari.
Meski
suara itu amat perlahan dan tertimpali oleh suara musik di ruangan,
namun Ratna sempat mendengarnya juga. Hatinya senang juga mendengar
pujian yang terucap tanpa sengaja itu. Berarti tidak dibuat-buat. Entah
kenapa jantungnya sempat berguncang juga. Kok jadi gini sich, cetus
Ratna dalam hati malu dengan perasaannya sendiri.
“Berani
amat ngomong gitu ama gua?” kata Ratna. Meski ucapannya masih kasar
namun nadanya terdengar jauh lebih lembut dari sebelumnya.
“Memang kamu cantik kok,” kata Dony menimpali semakin berani.
Dipandangnya
mata Dony dengan penuh selidik. Kenapa ia jadi berbalik seperti itu?
Apa dia masih juga ingin mempermainkan aku lagi? Demikian kata Ratna
dalam hati bertanya-tanya. Ia khawatir pria yang ia akui memang menarik
namun sombong ini masih mau membalas perbuatannya ketika meeting tadi
siang.
Dulu,
ketika pertama kali mereka berkenalan, Ratna sempat tertarik olehnya.
Saat itu ia melihat Dony begitu simpatik, ramah dan ganteng. Ekh, kenapa
gua jadi berpikir yang enggak-enggak sich? Tiba-tiba egonya muncul
lagi. Gengsi dong!
“Ngomong
apa sich? Ngaco kamu,” jawabnya ketus kembali meski dengan hati
deg-degan. Diam-diam matanya melirik ke arah wajah Dony.
Baru sekarang ini ia bisa memperhatikannya dari jarak dekat. Tampan juga, demikian kata hatinya. Ia jadi salah tingkah sendiri.
“Ratna,
kenapa kita harus selalu bertengkar. Kita ini khan kolega yang harus
bisa saling kerja sama, ya khan?” ucap Dony memulai untuk berbaikan
dengannya. “Lagi pula kita bisa bersahabat, dari pada harus bermusuhan
seperti ini. Bosen rasanya.”
Baru
kali ini ia mendengar Dony mengucapkan namanya dengan langsung. Selama
ini ia selalu menyebutnya dengan panggilan Ibu atau sama sekali tidak.
Ratna memiringkan tubuhnya dari tempat duduknya sehingga menghadap ke
arah Dony. Kali ini ia sudah tidak malu-malu lagi untuk menatapnya.
Mendengar perkataan itu, nampak wajah Ratna sudah tidak seketus seperti
apa yang selalu ia perlihatkan kalau berhadapan dengannya. Malah
tersungging sebuah senyuman di bibirnya. Ia tak menyadari perubahan itu
namun ia melihat Dony seakan terpesona saat memandang dirinya. Duh
kenapa lagi nich, ucap Ratna dalam hati begitu mendadak merasakan
darahnya berdesir oleh situasi ini.
“Aku
juga bosen, Don,” jawabnya hampir tak terdengar. Tatapan mata Ratna
semakin lembut. Namun ia segera memalingkan mukanya. Hatinya tiba-tiba
khawatir, ya ampun jangan sampai!
“Oke dech. Kita baikan mulai dari sekarang,” kata Dony seraya menyodorkan tangannya untuk bersalaman.
Ratna
tak segera menyambutnya. Ia memandang sejenak ke arah uluran tangan
Dony. Kemudian ia melirik ke wajahnya. Baru kali ini Ratna melihat wajah
itu tersenyum. Manis sekali, akunya jauh dalam hatinya. Tatapan matanya
begitu menyejukan, ooh andaikan saja…!
“Masih ngambek?” Tanya Dony khawatir begitu melihatnya tak bereaksi atas uluran tangannya.
Ratna
segera tersadar dari lamunannya. Wajahnya semakin memerah karena malu,
jangan-jangan Dony bisa menebak apa yang tengah ia pikirkan. Ia segera
menyambut uluran tangan itu dan menjabatnya dengan erat sambil tersenyum
lepas.
Melihat
itu Dony pun tersenyum senang. Tanpa ia sadari ia cium pipi Ratna
dengan lembut. Gerakan ini sama sekali diluar dugaan Ratna, ia
terperangah tanpa bisa berbuat apa-apa saat dicium seperti itu dan baru
sadar setelah semuanya berlalu.
“Berani-beraninya,
Don?” ucapnya tapi dengan nada yang lembut. Tak terlihat kemarahannya
atas perbuatan Dony yang begitu spontan.
“Sorry,
Na. Gua nggak bisa nahan diri,” jawab Dony agak menyesal. Khawatir
‘perdamaian’ yang sudah dicapai kembali hancur gara-gara perbuatan
konyolnya.
“Ya udah,” balas Ratna tanpa komentar.
Dony
benar-benar menyesal dengan ulahnya barusan. Ia mengira Ratna kembali
marah dan akan membencinya. Melihat sikap Dony yang langsung terdiam
membuat Ratna tak enak hati juga.
“Eh
yo kita minum lagi,” tiba-tiba Ratna memecah kesunyian di antara mereka
seraya memanggil bartender untuk mengisi kembali gelas mereka.
“Ya, ayo kita rayakan hari ini dengan minum!” teriak Dony gembira melihat perubahan ini.
Suasana
sekarang jauh berbeda dengan sebelumnya. Mereka ngobrol sambil
tertawa-tawa gembira seakan ingin melepaskan semua ganjelan yang ada di
hati masing-masing. Tak jarang mereka saling rangkul dan saling cubit
disela-sela obrolannya. Tinggalah si bartender yang terheran-heran
melihat tingkah mereka yang jauh berbeda dengan sebelumnya. Ia hanya
bisa geleng-geleng kepala melihat keakraban mereka. Sinting kali,
demikian runtuknya dalam hati.
Tanpa
terasa malam semakin larut namun suasana justru semakin meriah, apalagi
kini sudah muncul home band tampil membawakan lagu-lagu yang mengundang
para tamu untuk bergoyang. Tak ketinggalan Dony dan Ratna, mereka mulai
terbawa suasana hingar bingar. Dony segera menarik tangan Ratna untuk
bergoyang. Mulanya Ratna ragu tapi ia lalu mengikuti ajakannya. Mereka
turut bergabung dengan pasangan-pasangan lain di depan panggung. Hiruk
pikuk suara musik dan tawa pengunjung justru membuat suasana semakin
panas saja. Tubuh mereka sudah basah bermandikan keringat. Bahkan Dony
tanpa malu-malu membuka seluruh kancing bajunya hingga terlihat dadanya
yang bidang itu ditumbuhi bulu-bulu. Ratna agak tersipu juga menyaksikan
kegilaan Dony ini. Sambil bergoyang, sekali-sekali Ratna melirik ke
arah Dony yang sudah bertelanjang dada itu. Terlihat begitu macho,
demikian puji Ratna dalam hati sambil membayangkan bagaimana kalau ia
menyandarkan kepalanya di sana. Akh.., akh…, lagi-lagi aku berpikir yang
enggak-enggak!
Meski
Dony dalam keadaan setengah teler dan dalam suasana yang hiruk pikuk
itu, ia masih bisa melihat apa yang sedang diperhatikan koleganya yang
cantik dan seksi ini. Apalagi ketika ia melirik bagian dadanya. Ia
melihat benda kembar yang membusung penuh itu turut berguncang seiring
hentakan musik. Bahkan tank-top berbahan kain tipis dan sudah basah oleh
keringat itu mencetak jelas bentuk payudaranya yang indah. Meski cahaya
di sana sangat terbatas, mata Dony sempat menikmati putingnya yang
mencuat begitu menggairahkan.
Mereka
mungkin saja menyadari bahwa mereka sedang berusaha untuk saling
menarik perhatian melalui gerakan dan isyarat-isyarat seksual. Hanya
saja ada kendala yang membuat mereka berpikir panjang untuk
mewujudkannya.
Apa
mereka dapat menghindarkan semua itu? Enggak tahu dech! Begitu
kira-kira pikiran mereka. Sudah beberapa lagu mereka ikuti dan nampaknya
Ratna sudah agak kepayahan lalu mengajak Dony untuk istirahat.. sambil
berpelukan mereka berdua kembali ke tempat duduk. Entah karena pengaruh
alkohol atau lainnya, mereka sudah tidak merasa risih bertingkah bak
sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta.
Tak
lama setelah mereka mengendurkan sensasi-sensasi selama bergoyang tadi,
Dony lalu menarik wajah Ratna dan membisikan sesuatu ke telinganya.
Ratna tertawa dan dengan genit mencubit pinggang Dony hingga mengaduh
kesakitan. Entah apa yang dibisikan Dony padanya hanya kemudian Ratna
terlihat mengangguk malu-malu untuk kemudian berdiri diikuti oleh Dony
yang mengajaknya pergi dari tempat itu.
Di
tempat parkir mereka segera masuk ke mobilnya masing-masing. Dony
segera menjalankan mobilnya diikuti oleh mobil Ratna dari belakang.
Mobil mereka beriringan menyusuri jalan-jalan mulus yang nampak lengang
berbeda apabila di siang hari. Tak sampai setengah jam mobil mereka
sudah berada di pelataran parkir yang menghadap ke laut. Mobil mereka
parkir berdampingan. Ada beberapa mobil di sekitar mereka, namun
jaraknya agak berjauhan. Nampaknya tempat ini memang merupakan tempat
orang berpacaran.
Tak
lama kemudian, Dony turun dari mobilnya. Cuaca malam itu terasa dingin
karena hujan mulai rintik-rintik berjatuhan. Ia segera membuka pintu
mobil Ratna dan langsung masuk.
“Ufh dingin juga,” kata Dony sambil mengibas-ngibas bajunya yang sedikit basah oleh air hujan.
“Hei
Don! Ngapain loe ngajak gua kemari?” belum sempat Dony menutup pintu
kembali, Ratna sudah memberondongnya dengan pertanyaan seperti itu.
“Gua
sich maksudnya supaya bisa ngobrol dengan tenang, jauh dari kebisingan.
Sambil menikmati pemandangan indah ke sana,” jawab Dony sembari
menunjuk ke arah laut lepas yang nampak terang meski gerimis.
Pandangan
Ratna mengikuti arah telunjuk Dony. Ia menghela nafas panjang
menyaksikan keindahan pemandangan itu. Tanpa terasa ia membayangkan bila
keindahan seperti ini benar-benar bisa ia nikmati dengan orang yang
dicintainya. Tentunya sungguh membahagiakan. Mendadak roman wajahnya
berubah, nampak sekali kesedihan di raut wajah manisnya.
“Lho kok jadi sedih? Apa gua salah ngomong?” tanya Dony ketar-ketir.
“Enggak
Don. Gua cuman..,” Ratna tak meneruskan kata-katanya. “Akh sudahlah.
Don?” panggilnya sambil menoleh ke arah Dony dengan pandangan sayu,
“Kamu sadar khan kalau kita ini masing-masing sudah berkeluarga,”
lanjutnya.
Pertanyaan
Ratna terdengar oleh Dony bagaikan petir yang menyadarkannya dari
suasana ini. Dony langsung terdiam dan pikirannya langsung teringat akan
anak dan istrinya yang tengah berlibur di rumah neneknya.
“Loe bener, Na,” jawab Dony perlahan sekali.
“Loe inget mereka ya? Certain dong tentang mereka,” pinta Ratna.
“Ya gua inget mereka,” jawab Dony kemudian menceritakan tentang keluarganya.
“Loe beruntung Don,” komentar Ratna.
“Ya gua beruntung. Nah bagian loe sekarang certain,’ tanya Dony kemudian.
Sebelum
menjawab, Ratna kembali menghela nafas berat. Dengan pandangan kosong
ke arah laut, ia mulai bercerita bahwa dulu ia dinikahkan oleh orang
tuanya tanpa didasari rasa cinta sama sekali. Dony terperangah saat ia
menyebutkan bahwa lelaki yang dinikahinya adalah pemilik saham mayoritas
perusahaan tempatnya bekerja. Ratna memang sengaja meminta kepada
suaminya agar orang di kantor tidak tahu siapa dia sebenarnya supaya
tidak membuat semua orang rikuh dan agar ia bisa lebih professional
dalam bekerja.
“Don
aku minta supaya kamu tetap bersikap seperti kamu belum tahu siapa aku
sebenarnya,” pinta Ratna wanti-wanti. Ia tak ingin sikap Dony yang sudah
amat ia sukai berubah karenanya.
Dony
menganguk tak pasti karena jauh dalam hatinya ia sedikit ngeri oleh si
pemilik saham yang konon sangat berkuasa dalam menentukan apa pun di
perusahaan tempatnya bekerja. Bagaimana kalau ia tahu bahwa dirinya kini
tengah berduaan dengan istrinya dalam mobil malam-malam begini.
“Kau
tak perlu takut ketahuan oleh suamiku. Ia sedang di Amerika sampai
bulan depan,” kata Ratna kemudian seolah tahu persis apa yang menjadi
pikiran Dony saat itu. “Aku sudah lama ingin meceritakan semua ini
kepada orang yang bisa kupercaya.”
Dony
agak tersanjung juga oleh ucapan itu. Akhirnya ia mendengarkan semua
keluh kesah Ratna sampai ke hal-hal yang paling pribadi sekalipun.
Rupanya Ratna memang sudah merasa percaya pada Dony hingga ia tak
sungkan lagi menceritakan bagaimana tertekannya hidup dirinya. Ia
ternyata merupakan istri kedua. Awalnya memang kehidupan mereka normal
saja, namun seiring dengan berjalannya waktu sehingga umur sang suami
pun semakin bertambah tua. Perbedaan umur mereka cukup mencolok bahkan
bisa dibilang ia lebih pantas menjadi anak atau bahkan cucunya.
Meski
tidak secara gamblang diceritakan, Dony sudah bisa menebak bahwa sang
suami sudah tak mampu memberikan nafkah bathin padanya. Terlebih lagi,
katanya, sang suami kini lebih sering berada di keluarga istri pertama.
Ratna seringkali ditinggal sendiri di rumah mewahnya, tanpa anak dan
hanya ditemani oleh pembantunya. Ia, katanya kemudian, ingin agar
suaminya melepaskan saja dirinya.
Ratna
tak mampu meneruskan ceritanya lagi. Ia menangis tersedu-sedu.
Mendengar tangisnya yang begitu menyayat, Dony dapat merasakan
kepedihannya, bathinnya yang amat tertekan selama ini nampaknya baru
bisa ditumpahkan sekarang ini. Dony tak tahu mesti berbuat apa
melihatnya seperti itu yang semakin lama semakin memilukan saja
tangisannya.
Secara
naluri ia lalu menarik pundak Ratna dan merengkuhnya dalam pelukan.
Tangis Ratna semakin menjadi-jadi ketika Dony menyuruhnya untuk
menumpahkan segala kepedihan melalui tangisan untuk melegakan
perasaannya. Tanpa terasa tangan Dony ikut mengelus-elus rambutnya
dengan lembut dan penuh perasaan.
Sikap
Dony yang begitu penuh perhatian membuat Ratna terhanyut perasaannya.
Ia lalu mendongakkan wajahnya dan memandang wajah Dony dengan tatapan
sayu. Dony balas menatapnya. Lalu ia mengusap air mata yang bercucuran
di pipinya. Ratna melenguh tak jelas sambil menyentuh bibir Dony dengan
jemarinya yang halus.
“Don..,” lenguhnya perlahan hampir tak terdengar.
Tatapan
mata mereka saling bertemu sejenak. Tak ada ucapan yang keluar dari
bibir mereka. Semuanya mereka tumpahkan melalui tatapan itu. Lalu entah
siapa yang memulai, tahu-tahu kedua wajah mereka saling mendekat dan
selanjutnya bibir mereka saling bersentuhan. Ratna melenguh panjang.
Perasaannya seakan melayang jauh entah kemana meninggalkan dunia nyata
yang dihadapinya. Awalnya mereka hanya saling menyentuhkan bibir saja.
Namun ketika Ratna mulai menciumnya dengan penuh perasaan, Dony tak
mampu mengendalikan diri lagi. Ia balas dengan kehangatan yang sama
bahkan menjurus panas. Ratna tak mau kalah dan balik membalasnya.
Akhirnya mereka lupa diri akan siapa diri mereka sebenarnya dan
nampaknya kalaupun terbersit sejenak kesadarannya, apakah mereka mampu
menghentikannya begitu saja?
Suasana
di luar pun sudah berubah. Hujan yang tadi hanya rintik-rintik saja
kini sudah mulai membesar sehingga membuat kabut di seluruh kaca mobil
dimana kedua insan ini berada. Suasana yang sangat mendukung ini membuat
mereka bertambah panas. Mereka tidak hanya berciuman saja. Mereka sudah
saling meraba, mengelus dan berbuat apa saja yang mengakibatkan gairah
mereka semakin membara.
Ratna
yang kesehariannya selalu berwibawa, anggun dan lembut tutur sapanya,
kini berubah seperti singa betina liar yang kehausan di tengah padang
pasir kering.
“Ooohhh… ookkkhhhh, Don…,” desahnya semakin menggairahkan. Dipeluknya tubuh Dony dengan erat seolah khawatir lepas darinya.
Dony
tak menyahut. Ia balas memeluk dan tangannya mulai mencari-cari ke
sekujur tubuh wanita cantik ini. Tangannya lalu menelusup lewat bagian
bawah tank-topnya, merayap ke atas perut lalu merambah ke payudaranya
yang tak memakai bra. Jemarinya menjelajah ke seluruh permukaan halus
kulit buah dadanya yang terasa semakin membusung saja sesaat setelah
terkena sentuhannya.
Ratna
mendesah, kepalanya melengak ke belakang sehingga dadanya membusung ke
arah wajah Dony. Disodorkan seperti itu, Dony tak tinggal diam.
Disingkapnya tank-top itu sehingga dadanya terbuka lebar. Dony mendecak
kagum menyaksikan kedua bukit kembar itu membusung penuh, kedua
putingnya nampak sudah mengeras dan mencuat ke atas. Pemandangan ini
sungguh sangat menggairahkan sekali dan amat mengundang. Setelah puas
memandangi keindahannya, Dony segera membungkuk agar bibirnya dapat
menciumi buah dada itu. Desahan Ratna semakin menjadi-jadi, kepalanya
semakin melengak ke belakang seakan memberikan keleluasan pada Dony
untuk menikmati semua miliknya itu.
“Auuuhhhh….,
teruuuussss, yaaa iseeeeppphhfff…” ucapan Ratna semakin tak karuan
merasakan kenikmatan ini, apalagi saat Dony menghisap putingnya
sementara tangan kanannya meremas-remas dengan lembut buah dada yang
satunya lagi.
Dalam
keadaan seperti ini mana mungkin Dony menghentikan perbuatannya meski
dalam keadaan sadar sekalipun. Apalagi alkohol dari minuman di bar tadi
masih mempengaruhi dirinya. Ia pun lepas kendali, tanpa memikirkan siapa
dirinya, siapa wanita yang tengah dicumbunya dan siapa pula suami
wanita itu, Dony terus menggerayang ke bagian-bagian paling sensitif
milik wanita ini.
Akibatnya
sungguh luar biasa, Ratna semakin liar saja. Tubuhnya meliuk-liuk
seolah ingin agar tak pernah luput dari setiap sentuhan Dony. Suasana di
dalam mobil yang serba terbatas itu semakin panas kala tangan kiri Dony
mulai menelusup di balik roknya dan merayap perlahan di atas pahanya.
Nafas Ratna semakin memburu seiring dengan semakin mendekatnya elusan
jemari Dony ke pangkal pahanya. Ia justru sudah merasakan bagian itu
basah. Ratna membuka kedua kakinya agar tangan Dony dapat dengan leluasa
menyelinap ke dalam CD-nya.
“Ouugghhhfff…”
jerit Ratna melengking saking nikmatnya saat jari Dony menyentuh bagian
yang sudah lembab itu. Ia dorong tangan Dony masuk lebih dalam.
Jemari
Dony mulai menyentuh-nyentuh bibir vaginanya. Terasa sudah basah.
Jarinya menyeruak bulu-bulu yang terasa begitu lebat di seputar liang
itu. Kemudian menyusuri belahannya, dielusnya perlahan, bergerak naik
turun sambil menusuk sedikit demi sedikit.
“Oohhh
Don! Enakkkhhh sekaliiiiii..!” jerit kenikmatan meluncur deras dari
bibir Ratna kala ujung jempol Dony mengusap kelentitnya.
Pinggul
Ratna bergoyang mengikuti irama gerakan jempol Dony yang begitu lihai.
Tubuhnya meliuk-liuk menahan rasa nikmat yang sudah lama tak ia alami.
Membayangkan hal itu, ia jadi teringat apa yang terlewatkan. Tangannya
lalu menjulur ke bawah. Mula-mula diletakan di atas paha Dony, lalu
merayap naik perlahan. Tangan Ratna berhenti di pangkal pahanya,
meremas-remas sejenak untuk kemudian naik kembali. Matanya agak mendelik
begitu menyentuh bagian yang sudah mengeras di balik celana Dony.
Matanya semakin berbinar membayangkan bagaimana bentuknya jika sudah
telanjang nanti.
“Don!?” pekiknya setengah terperangah.
“Kenapa, Yang?” tanyanya heran.
“Nggak.. akh…, bukain ya?” tanyanya kemudian.
Sebenarnya
ia tak perlu minta izin dahulu dalam keadaan begitu sudah pasti Dony
sama sekali tak keberatan. Dan memang tanpa menunggu jawaban, jemarinya
yang lentik itu menarik ritsluiting celana Dony kemudian merogoh ke
dalam. “Ehhmmm…,” lenguhnya.
Nampaknya
ia begitu senang mendapatkan apa yang selama ini ia cari-cari. Begitu
keras! Jemarinya kemudian membelai-belai sepanjang batang yang masih
terhalang celana dalamnya. Belaiannya berubah menjadi remasan. Dari
bibir Ratna keluar desis-desis penuh kenikmatan seiring dengan gerakan
jari Dony yang mulai menusuk ke dalam liang memeknya. Kenikmatan yang ia
rasakan semakin lengkap karena sejak dari tadi mulut Dony tak pernah
berhenti mengemot puting susunya.
Ratna
tak mau dibilang egois karena hanya mementingkan kenikmatan sendiri. Ia
lalu mengais celana dalam Dony dan meraih batang kemaluannya yang besar
itu ke dalam genggamannya. Meski ia tidak bisa melihat ke bawah, tapi
ia bisa merasakan betapa besar dan panjang batang milik Dony itu. Dengan
lembut ia mulai mengocok batang itu.
Giliran
Dony yang kini menggelinjang merasakan remasan dan kocokan tangan
lembut milik wanita cantik itu. Ia sangat lihai melakukannya, apalagi
saat telunjuknya mengusap-usap moncongnya. Terasa ngilu saking enaknya.
Dony tak mau kalah, gerakan jemari di dalam liang memek Ratna semakin
menggila, menerobos ke seluruh relung-relung kewanitaannya. Merambah ke
bagian-bagian yang menggerinjal. Terdengar nafas Ratna mulai megap-megap
menghadapi semua itu. Rasanya tak akan bertahan lama lagi karena bagian
yang tak pernah tersentuh pun, kali ini tak terlewatkan oleh serangan
jemari Dony. Pinggul Ratna bergoyang liar, meliuk-liuk mengimbangi
gerakan jemari Dony.
Sementara
itu, tangan Ratna pun tak tinggal diam. Tangannya terus mengocok dengan
gerakan yang semakin lama semakin cepat. Mereka rupanya tengah berlomba
untuk memberikan yang terbaik. Tubuh mereka bergoyang-goyang liar
sehingga membuat mobilnya pun ikut-ikutan goyang. Untunglah hujan cukup
deras mengguyur bumi sehingga menghalangi pemandangan apa yang tengah
terjadi di dalam mobil. Bahkan pekikan kenikmatan yang meluncur dari
mulut Ratna yang cukup kencang itu pun sama sekali tidak sampai
terdengar keluar.
Tak
berapa lama kemudian Ratna mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi sehingga
jari Dony melesak jauh ke dalam, kedua kakinya dikempitkan sehingga
menjepit tangan Dony diam tak bergerak jauh di dalamnya. Diiringi
jeritan kecil panjang, tubuhnya bergetar keras ketika ia mencapai titik
puncak kenikmatannya.
“Oouugghhff……….! Dooonnnn, enaaaaakkkkk!”
Sreeeeeetttttt….., sreeet…, ssrrreeeettttttt!!!!!
Ratna
merasakan air maninya menyembur berkali-kali untuk yang pertama kalinya
sejak suaminya tak memiliki gairah lagi. Luar biasa sekali ekspresi
wanita cantik ini. Begitu menggairahkan, begitu dahsyat.
Rupanya
luapan kenikmatan Ratna berpengaruh banyak pada diri Dony. Ia merasakan
batangnya terasa kelu. Tubuhnya bergejolak hebat. Pantatnya bergerak
naik turun mengimbangi kocokan tangan Ratna pada batangnya dan… akh…..,
akh, akh…..
Creeeeeettttt! Creeetttt!!! Creeeetttt!
Dony
mengeluarkan suara geraman berat begitu dari kemaluannya menyemburkan
cairan kental berkali-kali. Ratna terus mengocoknya tak henti-henti
seakan ingin menguras seluruh isinya. Ia coba melirik ke bawah karena
ingin melihat pemandangan saat lelaki mencapai orgasmenya, tapi sayang
hanya kegelapan yang ia lihat selain merasakan cairan kental dan hangat
membasahi seluruh telapak tangannya.
Mereka
terkulai lemas dengan nafas tersengal-sengal. Meski hanya permainan
tangan, tetapi rupanya cukup menguras tenaga dan pikiran mereka berdua.
Samar-samar dalam kegelapan itu, nampak tersungging senyum kepuasan dari
bibir Ratna. Ia lalu mengelus kepala Dony yang terkulai lemas di atas
dadanya. Ia berbisik bahagia, “Enak sekali, Don.”
Kira-kira
lima menit mereka beristirahat tanpa bergerak dan mengeluarkan sepatah
kata pun. Dony mengangkat kepala dan melirik ke arah Ratna sambil
tersenyum hangat. Ratna balas tersenyum. Mesra sekali senyuman itu
diikuti oleh sebuah kecupan lembut pada bibir Dony.
Mereka
kembali ke posisi duduk semula. Ratna merapikan kembali pakaiannya yang
tak karuan diikuti oleh pandangan mata Dony yang tekagum-kagum dan pada
saat ia akan menaikkan celana dalamnya, tiba-tiba Dony menahan
lengannya. Ratna melirik dengan pandangan penuh tanda tanya. Belum
sempat ia bertanya, kepala Dony langsung menunduk ke arah
selangkangannya dan mencium kemaluannya.
Darahnya
kembali berdesir merasakan hembusan nafas hangat di sekitar
kemaluannya. Ratna tertawa geli saat lidah Dony menyentuh bibir
kemaluannya. Geli tapi enak!
“Akh…Don! Kamu nakal sekali! Bikin gemes aja!” kata Ratna terputus-putus.
Dony kembali mengangkat kepalanya sambil ikut-ikutan tertawa.
“Idih kok malah ketawa?” seru Ratna semakin gemes. “Awas ya!”
Ratna
mendorong tubuh Dony hingga kembali duduk dan menggelitik pinggangnya.
Dony tertawa kegelian dan meminta supaya menghentikannya. Ratna berhenti
menggelitik, matanya melirik ke arah celana Dony yang masih terbuka dan
menemukan batangnya yang terkulai lemas sementara di sekitarnya nampak
cairan-cairannya yang sudah agak mengering mengotori celananya.
“Aduuhhh,
jadi belepotan begini sich,” kata Ratna seraya buru-buru mengambil
tissue basah di atas dashboard mobil dan mengelapnya dengan hati-hati.
Terkena
sentuhan tangan lembut itu, tanpa bisa dicegah, batang Dony mulai
memperlihatkan kehidupannya kembali. Sedikit demi sedikit seiring dengan
usapan lembut Ratna, batang itu semakin membesar dan mengeras bagaikan
besi. Mata Ratna tak pernah mengedip mengikuti perkembangan itu. Ia
terkagum-kagum menyaksikan kemaluan Dony sudah ngaceng kembali dan siap
action!
“Cepet banget,” ucapnya perlahan penuh kekaguman akan kejantanan teman sekantornya ini.
“Kepengen lagi ya?”
“He-eh,” jawabnya pendek.
“Gimana
kalau kita cari tempat yang lebih nyaman,” saran Dony coba-coba karena
mengingat jam sudah menunjukan hampir tengah malam.
“Kamu sendiri gimana? Nggak dicariin?” Ratna balik tanya.
“Aku nggak apa-apa. Lagi bujangan… he.. he.. he,” jawabnya sambil tertawa.
“Curang…,”
sergahnya pura-pura cemberut padahal ia juga kepengen banget meneruskan
acara yang tentunya akan jauh lebih hot. Tapi sebagai wanita ia jaga
gengsi juga jangan sampai kelihatan kegatelan banget.
Ratna pura-pura berpikir sejenak,
“Gimana ya, ini kan udah malem,” katanya sambil menunggu agar Dony terus mendesaknya.
“Nggak
apa-apa. Lagian kamu juga lagi bebas kan?” seolah mengerti apa yang ada
dalam benak wanita ini, Dony berlagak memintanya terus.
“Oke dech,” jawabnya dengan suara yang amat perlahan.
“Nah gitu dong. Itu baru namanya cewek gua yang cantik,” kata Dony dengan gembira.
Mendengar
itu Ratna kembali berpura-pura marah sambil memelototkan matanya.
Melihat ekspresi wajah Ratna, gairah Dony seakan mendesak kembali. Lalu
dengan cepat diciumnya bibir yang sensual itu dengan penuh gairah.
“Ehmm…. mmmpphhhff…, cepetan dong!”
“Oke
sayang. Oke!” Dony buru-buru melepaskan ciumannya dan bergegas keluar
dari mobil untuk segera naik ke mobilnya yang diparkir di sampingnya.
Singkat
cerita mereka sudah memesan sebuah cottage tak jauh dari tempat itu.
Keduanya buru-buru masuk ke dalam untuk segera memulai kembali acara
yang tertunda. Baru saja Ratna menyalakan saklar lampu, Dony sudah
memeluknya dari belakang dan menciumi tengkuknya dengan penuh gairah.
Ratna melenguh merasakan ciuman hangat yang langsung membangkitkan
gairahnya. Kepalanya melengak kebelakang sehingga memperlihatkan kulit
lehernya yang halus dan harum. Dony tak menyia-nyiakan kesempatan itu
untuk mencumbui daerah yang cukup sensitif bagi wanita. Tangannya pun
ikut-ikutan beraksi menyusup ke balik pakaian Ratna, mengelus-elus
permukaan perutnya yang rata untuk kemudian merayap, menggerayangi buah
dadanya yang begitu kenyal padat berisi.
Cumbuan
Dony yang begitu lihai membuat lututnya bergetar sehingga tak tahan
untuk berdiri lama. Ia lalu berbalik dan menarik kursi yang berada di
sampingnya untuk duduk. Cumbuan Dony tak pernah terlepas dan terus
mengikuti kemana gerakan Ratna. Begitu sudah duduk, Dony langsung
melucuti pakaian atas Ratna hingga telanjang. Matanya langsung berbinar
penuh kagum menyaksikan kedua bukit kembar milik wanita itu nampak
menggantung indah dan membusung penuh di dadanya.
Dengan
rakus, Dony melahap satu per satu daging kenyal itu. Lidahnya
menjilat-jilat di seputar putingnya, sesekali menghisap dan mengemot
benda kecil kemerahan yang semakin mencuat itu. Serangan Dony memang
begitu gencar, tangannya beraksi kembali menarik rok dan sekaligus
celana dalamnya sehingga kali ini Ratna benar-benar telanjang bulat
tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh mulusnya.
Mulut
Dony merayap ke bawah menyusuri permukaan perutnya untuk kemudian
langsung terbenam di antara kedua pangkal paha Ratna. Lagi-lagi Ratna
menjerit kecil kala ujung lidah Dony menyentuh labia vaginanya. Tubuh
Ratna bergetar bagaikan terkena stroom tekanan tinggi. Sambil berpegang
pada pinggiran kursi, ia menaikan kedua kakinya ke atas sehingga bagian
selangkangannya terbuka lebar-lebar. Dony segera menyerbu belahan daging
berwarna kemerahan yang sembunyi di antara bulu-bulu lebat di
seputarnya. Jemarinya kembali mengorek-ngorek bagian itu, sementara
lidahnya terus menjilat-jilat.
“Ouh….,
ooooouuuhhhhh…. Dooooonn…” Ratna mengerang-erang keenakan. Kedua
tangannya segera mencekal kepala Dony dan membenamkannya dalam-dalam.
Lidah
Dony bergerak lincah mempermainkan kelentit yang menyembul di antara
belahannya. Benda kecil yang sangat sensitif itu sudah keras sekali.
Akibatnya Ratna megap-megap seperti kehabisan nafas menahan nikmat yang
tak terhingga. Suasana yang jauh lebih nyaman dan aman serta gairah yang
telah lama terpendam membuat ia tak bisa bertahan lama menikmatinya
karena beberapa detik kemudian tubuhnya berguncang keras,
menggelapar-gelepar bagaikan ikan kehabisan air. Diiringi lengkingan
panjang, Ratna melepaskan tekanan yang mendesak dari dalam dirinya.
“Aaaaaakkkkkhhhhh!!!!” jeritnya penuh kenikmatan.
Ratna
kemudian meraih kepala Dony dan menciumi wajahnya dengan penuh
kemesraan seolah ingin menyatakan ucapan terima kasih atas kenikmatan
yang baru ia berikan. Ciumannya semakin memanas dan liar. Didorongnya
tubuh Dony ke arah ranjang hingga jatuh terlentang di sana. Ia langsung
menindihnya dari atas sambil menciumi sekujur tubuhnya sementara
jemarinya dengan cekatan mempreteli seluruh kancing bajunya dan
melepaskannya. Lalu membuka ikat pinggangnya. Tanpa memperdulikan Dony
yang mungkin agak terkejut dengan perangainya, Ratna langsung
memelorotkan seluruh celana Dony.
“Oooww!!!” pekiknya tertahan menyaksikan batang milik Dony yang sudah mengacung keras seperti tiang pancang itu.
Ia
tak pernah mengira bahwa batang milik teman sekantornya ini jauh lebih
besar, panjang dan amat keras seperti perkiraannya sewaktu memegangnya
dalam kegelapan di mobil tadi. Ingin rasanya ia berteriak kegirangan
mendapatkan sesuatu yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya.
“Gede banget!” bisik Ratna seraya meraba-rabanya seperti anak kecil yang baru diberi mainan.
Ia
kemudian merayap di atas tubuh Dony, turun ke arah selangkangannya.
Kini wajahnya persis berada di depan batang yang mengacung itu.
Dipandanginya sekujur batang itu dan setelah puas baru ia menjulurkan
lidahnya ke atas moncong batang itu.
“Errrggghhhh….,” Dony mengerang keenakan saat merasakan lidahnya yang hangat. Ia melirik sejenak untuk melihat ke bawah.
Ratna
pun melirik ke atas. Pandangannya bertemu. Dony menganggukkan
kepalanya. Entah apa maksudnya. Seolah mengerti, Ratna membuka mulutnya
dan perlahan-lahan memasukan batang itu. Kedua bibirnya dirapatkan dan
mulai mengulumnya. Lidahnya bermain-main di sekujur batang itu sambil
mengemot-emot.
“Auuuukkkhhhh….,” kembali Dony mengerang.
Kepala
Ratna bergerak naik turun. Dari mulutnya terdengar suara keciprakan
selomotannya. Sungguh mendebarkan sekali mendengar suara-suara itu.
Ratna tak henti-hentinya mengulum, mengemot dan menghisap-hisap seolah
ingin membalas kenikmatan yang dirasakannya tadi. Akibatnya Dony
berkelejotan menahan kenikmatan luar biasa ini. Ia merasa tak akan
bertahan lama. Dony nampaknya tak ingin keluar sebelum keinginannya
tercapai. Ia lalu menahan gerakan Ratna dan mengisyaratkan padanya untuk
naik.
Ratna
mengerti apa maksudnya, ia lalu berjongkok mengangkangi tubuh Dony
sehingga selangkangannya persis berada di atas batang yang berdiri tegak
itu. Tubuhnya kemudian turun perlahan-lahan. Batang Dony yang sudah ia
selipkan di antara belahan memeknya mulai melesak masuk. Dengan mata
terpejam Ratna meneruskan pinggulnya semakin turun sampai akhirnya
batang Dony amblas seluruhnya.
Bleeeesssshhhhhhh!!!
“Aaaakkkhhhhhh!!!!”
Ratna menghembus nafas lega saat berhasil memasukan seluruhnya padahal
tadi sempat ngeri kalau terjadi apa-apa dengan miliknya karena begitu
seret sekali masuknya.
Ia
berhenti sejenak sambil menarik nafas, lalu mulai bergoyang sambil
mengangkang di atas tubuh Dony. Kedua tangannya bertumpu di atas dada
Dony, pantatnya menggeol-geol sambil bergerak naik turun dengan irama
yang teratur. Tubuhnya nampak bergerak seolah sedang menunggang kuda dan
memacunya dengan penuh gairah.
Di
bawah sana, Dony tak tinggal diam. Pinggulnya turut bergerak naik
turun, bergoyang kiri kanan mengimbangi irama gerakan wanita yang
menungganginya. Keadaan semakin bertambah panas, mereka sama-sama
berpacu saling berlomba menuju puncak pendakian. Seiring dengan
meningkatnya kecepatan, Ratna membungkukan tubuhnya hingga sejajar
dengan tubuh Dony sementara pantatnya menungging ke belakang bak seorang
joki yang tengah memacu secepat mungkin saat mendekati garis finish.
Demikian
pula dengan Dony, kedua tangannya merangkul erat tubuh sintal wanita
itu yang nampaknya hampir mencapai puncak pendakiannya. Tubuhnya semakin
berguncang, berkelojotan seperti ayam disembelih. Pantatnya bergerak
cepat naik…, turun…., naik…, turuuuunnnn…., dan akhirnya ditekannya
kuat-kuat. Dari mulutnya meluncur desisan panjang dan lenguhan keras
mirip sapi sedang birahi.
Seeeeeerrrrrrrrrr!!!!!
Ratna merasakan air maninya menyembur kencang dan banyak sekali
menyirami batang kemaluan Dony yang nampak masih bergerak keluar masuk.
“Auuuugghhh…..
Dooon!!! Cepet keluaaarinhhhh…., udah nghhhiillluuuuuu…….,
ooookkkhhhhh!!” kepala Ratna menggeleng-geleng saking gelinya merasakan
tusukan demi tusukan batang keras di dalam kemalauannya.
“Oughh…, ouuuggghhh…., AAAAKKKKHH!!!!!” Dony mengerang-erang merasakan nikmatnya orgasme berkali-kali.
Mereka bergulingan di ranjang sambil berpelukan erat menikmati puncak dari segala kenikmatan permainan cinta ini.
“Fhhhuuiiiihhh!!!” Dony merasakan kelegaan. Lepas sudah ketegangan di sekujur tubuhnya.
“Wow!” pekik Ratna puas. Permainan kedua yang cukup menyita tenaga ini sungguh sangat mengasyikan sekali.
Dari
raut wajahnya nampak sekali ia begitu menikmatinya dan benar-benar
memuaskan. Ratna memeluk Dony begitu mesra seakan tak ingin melepaskan
untuk selamanya. Mereka berdua seolah tak ingat akan waktu yang telah
melewati tengah malam, atau keluarga mereka yang mungkin mengira mereka
sudah ada di rumahnya masing-masing. Apa jadinya kalau perselingkuhan
itu tercium oleh keluarga mereka.
No comments:
Post a Comment